Top Ad unit 728 × 90

Terbaru

recent

PENELITIAN HADITS NABI SAW.

                                 PENELITIAN HADITS NABI SAW.
                                                    Oleh A. Chozin Nasuha

  1. Pembukaan
          Doktoral Lengkap Fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta membuka beberapa jurusan studi, antara lain Jurusan Tafsir-Hadits. Pada tahun 1965-1966 jurusan itu dipecah menjadi dua jurusan, Tafsir al-Quran dan Jurusan Hadits. Bagi mereka yang lulus sarjana muda (BA) dapat memilih jurusan itu untuk mendapatkan gelar Sarjana Lengkap (Drs). Pada tahun 1982, IAIN Jakarta membuka Pascasarjana S2 dan S3 dengan tidak mencantumkan model-model jurusan seperti itu. Jurusan atau keahlian dipilih oleh mahasiswa sendiri ketika dia menulis tesis S2 atau disertasi S3. Karena itu, keahlian penelitian tentang masalah dalam satu jurusan dipelajari oleh mahasiswa itu sendiri.  IAIN Bandung juga membuka pascasarjana (1997), bahkan menawarkan beberapa konsentrasi (jurusan) antara lain Konsentrasi Hadits.Tetapi Model Penelitian Hadits itu sendiri tidak diajarkan lengkap. Semua ilmuan mengetahui bahwa S2 itu dibuat untuk menjadi sarjana peneliti, dan S3 dibuat agar lulusannya menjadi peneliti mandiri, yang oleh Harun Nasution disebut ‘pemikir’.        

  1. Wilayah Penelitian Hadits
       Penelitian hadits ini materinya banyak dikutip dari pemikiran Cik Hasan Bisri yang dituulis dalam Penelitian al-Quran. Permasalahan hadits tidak selamanya sama dengan al-Quran, tetapi semua penelitian ilmiah akan melaksanakan tiga pertanyaan. Pertama: Apa yang akan diteliti?  Kalau itu sudah terjawab muncul pertanyaan kedua; Bagaimana penelitian itu akan dilakukan? Kalau pertanyaan kedua itu sudah dijawab, muncul pertanyaan ketiga: Untuk apa penelitian itu dilaksanakan?.
      Pertanyaan pertama bertitik tolak dari wilayah penelitian, yang ada dalam cakupan ilmu hadits riwayah dan dirayah. Pertanyaan kedua berkenaan dengan unsur-unsur informasi dan unsur-unsur metodologi. Unsur informasi antara lain mencakup konsep dan teori yang akan digunakan dalam penelitian. Sedang unsur metodologi mencakup antara lain penentuan metoda penelitian, menelusuri sumber data, cara pengumpulan data, dan pemilihan model analisa. Pertanyaan ketiga berkenaan dengan kegunaan atau signifikansi penelitian itu, baik kegunaan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah (ilmu hadits) atau untuk mengembangkan jasa pengetahuan ilmiah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.             
        Dilihat dari wujud dan sifatnya, penelitian hadits dapat dipilah menjadi dua model, yaitu penelitian teks dan penelitian konteks. Dilihat dari segi teks akan dirinci menjadi A,B,C., dan dari segi konteks akan dirinci menjadi D,E,F. Rinciannya adalah sebagai berikut:
A.    Hadits dilihat dari teks bahasa, terdiri dari (a) Jawami’ al-kalim, (b) bahasa yang harus dibaca sesuai dengan kata-kata Rasulullah, terutama do’a dan zikir. (c) hadits Riwayat bi al-ma’na. Semua itu dilihat dari segi bahasa, selalu menggunakan nahwu dan sharaf, dan dari segi balaghah ada yang menggunakan kalam khabari atau kalam insyai. Begitu pula banyak kata-kata gharib, musytarak, kinayah dan lain-lain. Dilihat dari sudut pandang ilmu bahasa atau dalam konteks kebudayaan, bahasa hadits adalah salah satu wujud ekspresi pemikiran dan alat komunikasi dalam berinteraksi.
B.     Hadits dilihat dari bacaannya, harus dibaca  fashih sesuai dengan makhraj huruf-hurufnya. Demikian, agar matan hadits tidak beralih makna. Bacaan hadits terkait juga dengan konteks kehidupan manusia dan perkembangan kebudayaannya. Atas dasar itu, bahasa Arab pada zaman Rasulullah Saw. adalah fashahah, dan perkembangan bahasa Arab pada zaman penulisan hadits pun masih ajeg seperti zaman Rasulullah. Dari segi lain ada model pembacaan matan hadits tersendiri yang berbeda dengan bacaan ayat al-Quran atau artikel lainnya. Pembaca matan hadits yang baik adalah jika dia mencantumkan sanad hadits bagi penulisnya atau dia mencantumkan tokoh hadits yang meriwayatkan. Seperti: Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibn Umar misalnya, atau: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Asakir dari Abu Hurairah. Hadits ini dlaif misalnya, dan begitu seterusnya. Bacaan ini dapat dibantu dengan menggunakan keterampilan takhrij al-sanad.  
          C  Penafsiran matan hadits akan mempelajari (a) model-model syarah hadits, dan hasyiyah (b) mazhab dan aliran dalam hadits, (c) nasikh-mansukh dan mukhtalaf al-hadits. Dalam kaitan ini, peneliti akan mempelajari antara lain: Jenis-jenis syarah dan hasyiyah hadits; Pendekatan dan pola penulisan syarah dan hasyiyah hadits; Kaitan antara hadits dengan ayat al-Quran; Kaitan antara hadits satu dengan hadits lain, dan begitulah setersnya. Uraian semacam itu membuat masalah penelitian tentang teks hadits. Uraian semacam itu, mendekati tulisan yang ada dalam artikel “Model Pengem-bangan Ilmu Hadits”.
                         Wilayah penelitian hadits dalam pilihan kedua terdiri atas konteks penyampaian  hadits atau missi Rasulullah Saw. kepada para sahabat dan seterusnya hingga hadits itu terhimpun dalam beberapa kitab. Penyampaian ini bisa dilihat dari segi eksistensi hadits dan bisa dilihat dari segi kandungan isi hadits. Isi hadits itu sendiri berfungsi sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia menurut kehendak Allah dan Rasul-Nya. Berkenaan dengan itu, pilihan ini ditujukan untuk memahami, menggambarkan, dan menjelaskan missi Rasulullah, hingga dipahami oleh para ulama dan pengikutnya. Atas dasar itu bobot wilayah penelitian ini adalah konteks kehidupan manusia yang mengacu pada hadits Rasulullah Saw. Penelitian ini dapat dirinci menjadi :

      D.  Konteks penurunan hadits, meliputi antara lain penyampaian hadits dari Rasulullah ke sahabat dan seterusnya, dengan menerapkan teori Asbab Wurud al-Hadits. Teori ini menulis, bahwa Rasulullah menyampaikan hadits kepada sahabat sebagai missi keagamaan dan kemasyarakatan, yang dilatar-belakangi oleh situasi dan kondisi yang berkembang. Sehubungan informasi tentang Asbab Wurud al-Hadits sangat terbatas, maka perlu ada penalaran lebih lanjut bahwa Rasulullah Saw. menyampaikan hadits itu selalu sesuai dengan situasi dan kondisi yang tepat. Sementara, sahabat Nabi dalam melaksanakan hadits itu selalu memakai proses. Atas dasar itu penelitian hadits yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. tadi merupakan wilayah penelitian dalam konteks kesejarahan (peristiwa sejarah dengan berbagai unsur di dalamnya).
          
  E.   Konteks penyebar luasan hadits baik secara fungsional atau kronologis, dimulai dari penulisan, penerbitan, dan penyebar luasan hadits melalui institusi sosial. Konteks ini banyak yang tersedia antara lain keluarga, pesantren, majelis ta’lim, madrasah, perguruan tinggi termasuk S2 dan S3. Penelitian semacam itu banyak yang dipelajari antara lain unsur-unsur pengajaran, kegiatan pengajaran, proses pengajaran, materi pengajaran, metodologi pengajaran, dan sebagainya, termasuk model tradisi pengajarannya. Selain itu fungsionalisasi hadits juga dapat diteliti dari kawasan tertentu, seperti hadits berfungsi ilmu keagamaan, berfungsi kemasyarakatan, berfungsi kesosial-politikan, berfungsi kemanusiaan, berfungsi keekonomian, berfungsi jender, dan fungsi-fungsi lainnya. Selain itu penyebaran hadits juga dapat diteliti melalui pemikiran kelompok yang ada dalam masyarakat, termasuk pemikiran muhaddits dan muhadditsun.
   
F.        Konteks penelitian transformasi hadits ke berbagai pemikiran. Isi hadits dapat dipelajari dengan memakai penelitian deduktif, melalui ungkapan, bahwa (a) hadits dapat dibuat sebagai penafsiran ayat al-Quran, (b) hadits dapat ditransformasikan menjadi akidah, (c) hadits dapat ditransformasikan menjadi hukum; ibadah, mu’amalat, munakahat, dan jinayat (d) hadits dapat ditransformasikan menjadi ilmu tasawuf (e) hadits dapat ditransformasikan  menjadi konsep akhlak kemasyarakatan, dan lain-lain. Dua unsur yang membedakan antara isi teks hadits dengan pengetahuan ilmiah (a,b,c,d,e) itu adalah unsur informasi dan unsur metodologi. Keduanya merupakan pilar utama dalam studi penelitian hadits. Karena itu pengembangan satu disiplin ilmu (a,b,c,d,e) itu identik dengan kedua unsur tersebut. Sementara hadits dengan teori keilmuan tadi merupakan dua unsur informasi yang paling dikenal oleh ilmuan agama, atau oleh ilmuan pada umumnya. Hadits merupakan produk cara berfikir deduktif melalui kegiatan kontemplasi yang merujuk pada aksioma tertentu, sedangkan pengetahuan ilmiah (a,b,c,d,e) merupakan cara berfikir induktif melalui kegiatan penelitian. Penelitian ini akan merujuk kepada sejumlah hadits yang dinilai sejalan. Atas dasar itu hadits dengan isinya dibuat sebagai kerangka penelitian, baik diarahkan untuk menguji keajegan atau untuk mempertajam cakupannya. Di sini tanpak jelas relasi antara unsur informasi dengan unsur metodologi.
          Kedua wilayah penelitian hadits itu dapat disilang dan dihubungkan, tergantung pada pemilihan fokus penelitian. Jika penelitian difokuskan pada penelitian pertama, maka hubungan keduanya dapat diperagakan pada Tabel 1. Wilayah penelitian dalam kolom (A,B,C.) dipandang sebagai fokus dan menjadi unsur yang “telah diketahui”  sedangkan wilayah penelitian dalam jalur (D,E, dan F) dipandang sebagai unsur yang “belum diketahui”
                     Tabel 1 : Matrik Wilayah Penelitian Teks dan Konteks
                     Teks
Konteks
             A 
             B
            C
       D
           AD
           BD
           CD
       E
           AE
           BE
            CE
       F
           AF
           BF
            CF

         Jika penelitian difokuskan pada wilayah penelitian kedua, maka hubungan keduanya dapat diperagakan pada tabel 2. Wilayah penelitian dalam kolom (D,E,dan F) dipandang sebagai fokus dan unsur yang “telah diketahui” . Sedangkan wilayah penelitian dalam jalur (A,B, dan C) dipandang sebagai unsur yang “belum diketahui”.
       Pemilihan wilayah penelitian itu mengandung konsekuensi pemilihan pendekatan yang akan dilakukan; pemilihan masalah penelitian yang tercakup dalam wilayah itu, pemilihan dan penggunaan konsep, teori, dan kerangka berfikir (unsur informasi) dan penggunaan metode penelitian, sumber data, cara pengumpulan data, dan cara analisa data yang paling tepat; dan penentuan tempat penelitian yang akan dilaksanakan. Demikian pula, ia dapat dijadikan titik tolak dalam mengarahkan kegiatan penelitian; apakah untuk menguji gagasan yang telah ada, atau untuk membangun gagasan baru, atau mungkin untuk menyusun model-model baru yang dapat diidentifikasi sebagai teknologi dalam arti perangkat lunak (soffware).      
                   Tabel 2 Matrik Wilayah Penelitian Konteks dan Teks
               Konteks             
Teks
             D
              E
              F
               A
            DA
             EA
              FA
               B
            DB
             EB
              FB
               C
            DC
             EC
              FC

          Secara garis besar, pilihan wilayah penelitian hadits dapat dipilah menjadi pendekatan yang dipandang tepat. Yang dimaksud pendekatan di sini adalah sudut pandang terhadap wilayah penelitian yang menuntut penggunaan unsur informasi dan unsur metodologi, yang lazim dikembangkan dan yang akan dipergunakan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan tentang aspek-aspek wilayah penelitian menuntut penggunaan unsur informasi dan unsur metodologi yang tepat dan akurat.
      Berkenaan dengan itu pendekatan penelitian dapat dipilah menjadi tiga macam. Pertama pendekatan normatif yang diberatkan pada upaya untuk mempertegas kebe-naran kandungan hadits, sebagaimana dilakukan oleh penulis atau peneliti hadits yang menilai hasil-hasilnya baik dari segi bahasa atau konsistensinya. Kedua, pendekatan empiris atau pendekatan antropologis dan atau pendekatan sosiologis. Penelitian ini dititik beratkan pada upaya menggambarkan dan menjalankan hadits Nabi sebagai-mana adanya, baik dalam bentuk teks atau bentuk konteks. Penelitian tentang Sejarah Hadits itu lebih tepat menggunakan pendekatan ini, meskipun tidak dapat dihindarkan kemunculan idealisasi “peristiwa sejarah” karena terkait dengan pemikiran peneliti. Ketiga pendekatan gabungan dari kedua pendekatan tersebut (pendekatan normatif-empiris) yang dititikberatkan pada upaya untuk menjelaskan penelitian, antara uraian yang memperteguh kebenaran kandungan hadits, dengan suatu realitas dalam satu konteks yang sebenarnya. Kedua pendekatan itu dipandang sebagai suatu kontinum yang saling melengkapi.
       Pilihan wilayah penelitian dan pemilihan pendekatan seperti tersebut tadi menun-jukkan bahwa cakupan penelitian hadits terbentang luas sekali dan dapat dilakukan secara bervariasi. Namun demikian proporsi masing-masing wilayah penelitian dan pendekatannya berbeda-beda, baik besarannya atau dalam relasi pemilihan yang men-jadi pusat perhatian dan pilihan bagi peneliti hadits Rasulullah Saw., itu sendiri.       

C.    Perencanaan Penelitian
Kegiatan penelitian dapat dipandang sebagai proses yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Secara garis besar tahapan penelitian meliputi peren-canaan penelitian, pelaksanaan penelitian, penulisan laporan penelitian, sosialisasi hasil penelitian dan penyebarluasan hasil penelitian. Khusus penelitian yang berkaitan dengan penulisan tesis atau disertasi, pada tahapan keempat dilakukan dalam forum pertanggung jawaban hasil penelitian, yaitu sidang ujian munaqasyah atau sidang promosi.   
Kegiatan penelitian secara rinci dalam suatu rencana penelitian, dapat dirancang sebagai pedoman kerja dalam melaksanakan penelitian. Dalam rencana penelitian ini mencakup beberapa unsur, yaitu judul penelitian, latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka berfikir, hipotesa (jika diperlukan) dan langkah-langkah penelitian. Di samping itu peneliti mencantumkan daftar pustaka, berupa bahan bacaan yang dijadikan rujukan, baik bahasa Indonesia atau bahasa asing.

D.    P e n u t u p
          Penelitian hadits ini masih singkat dan belum lengkap, termasuk gambaran AD, AE, AF, dan seterusnya belum dirinci seperti tulisan Cik Hasan Bisri dalam buku Model Penelitian Fiqh, Jilid I dan Jilid II. Meskipun begitu, tulisan ini bisa dibuat sebagai dasar atau awal penelitian ilmu hadits yang bisa dikembangkan terus. Penulis sendiri bukan ahli hadits, tetapi amat pencinta hadits Rasulullah Saw. Penulis hanya berharap agar penelitian semacam ini dikembangkan terus sampai tertangkap berbagai pemikiran baru, ide baru dan seterusnya sampai tergambar perkembangan ilmu hadits.
Wallaahu a’lam bi al-shawaab.

(Penulis adalah Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon).- 
PENELITIAN HADITS NABI SAW. Reviewed by Chozin Nasuha on 06.02 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by Chozin Nasuha Official Web © 2014 - 2015
Powered By Blogger, Designed by Sweetheme

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.