Top Ad unit 728 × 90

Terbaru

recent

Kitab Nahwu Sebelum Ibnu Malik

                                                      Oleh A. Chozin Nasuha

A. Pembukaan
         Belasan tahun yang lalu, artikel “Ibn Malik Pengarang Alfiyah” dikirimkan oleh penulisnya kepada sebuah majalah di Surabaya, dan diterima. Tetapi judulnya dirubah dan uraian diutak-atik, sehingga penulis sendiri malu membaca tulisan itu. Anehnya tulisan yang diutak-atk tadi tidak laku dibaca, tetapi tulisan yang asli justru banyak yang menulis ulang. Pada tanggal 21 September 2012, www.dpryes.blogspot.com sekelompok sarjana mengutip tulisan asli dengan materi yang tidak dirubah: “Ibn Malik pengarang Alfiyah”. Kutipan itu ditulis di bawah foto guru dan santri yang mempelajari ilmu itu. Selain itu banyak lembaga lain yang menulis ulang untuk disampaikan kepada murid-muridnya. Atas dasar itu berarti biografi Alfiyah diminati oleh kaum santri pada umumnya. Untuk menambah informasi semacam itu, tulisan ini menyajikan “Kitab Nahwu Sebelum Ibn Malik.” Tetapi sebelum itu, ada sajian tentang al-Thabaqat, al- Fihrasatt, dan  al-Tarajim

B. Kitab Thabaqat dan Tarajim
          Setelah al-Imam Sibawaih wafat (153 H-770 M), seratusan tahun berikutya al-Mubarrad (w.285 H) menulis kitab Thabaqat al-Nahwiyyin al-Bashriyyin wa Akhbari-him. Tetapi kitab itu tidak ditemukan secara lengkap. Kemudian muncul kitab yang lengkap yang ditulis oleh al-Sairafi (w. 368 H) dengan judul  Akhbar al-Nahwiyyin al-Bashriyyin. Isi kitab itu diduga sama atau mirip dengan karya al-Mubarrad tadi, bahkan kitab itulah yang dijadikan pegangan oleh al-Sairafi dalam menyusun kitabnya. Dua kitab itu mengabstaksikan beberapa kitab dan biografi ulama Bashrah.
           Tahun berikutnya Abu Bakr al-Zubaidi (w. 379 H) menulis kitab Thabaqat al-Nahwiyyin wa al-Lughawiyyin. Tokoh kelahiran Andalus ini belajar ilmu di Irak hingga memahami kehidupan budaya Timur, dicampur budaya Maroko dan Andalusia, tentang ilmu nahwu dan bahasa Arab.
         Gagasan lain, adalah Ibn al-Nadim (w. 377 H) menyusun Al-Fihrasat. Ulasan  pertama, mengenalkan penulis ilmu nahwu dan bahasa. Bab kedua Ibn al-Nadim dalam kitabnya, Akhbar al-Nahwiyyin wa al-Lughawiyyin, mengutip tulisan al-Sairafi ditambah ulasan yang berkembang pada masanya. Ibn al-Nadim dalam kitab itu membagi teori nahwiyah menjadi aliran Bashrah, Kufah, dan aliran yang menggabungkan dua mazhab. Atas dasar itu Ibn al-Nadim dinilai tokoh pertama yang menghimpun pemikiran dan biografi ulama nahwiyah, dari masa lahirnya ilmu nahwu sampai akhir kegiatan Ibn al-Nadim itu sendiri.
            Perkembangan berikutnya, banyak kitab tentang biografi tokoh nahwu dan bahasa yang digabungkan dengan ilmu lain. Model penyajiannya berbeda dengan kitab thabaqat. Materi kitab thabaqat disajikan berdasarkan urutan waktu, sedangkan penyajian kitab ini memakai abjad dengan nama hakikat, seperti Sibawaih ditulis Amr ibn Utsman, Al-Mubarrad ditulis Muhammad ibn Yazid dan sebagainya.
           Setelah masuk abad ke lima dan keenam hijriyah, muncul dua kitab biografi ahli nahwu yaitu Tarikh Baghdad karya al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H) dan Nuzhat al-Alibba fi Thabaqat al-Udaba karya Ibn al-Anbari (w.577 H). Tarikh Baghdad ini bukan Tarikh Baghdad yang umum, tetapi hanya kitab yang menyajikan biografi tokoh-tokoh  kelahiran, pendidikan dan aktifitas ulama di Baghdad saja. Kitab ini menyajikan biografi tokoh-tokoh besar kebudayaan dan peradaban Islam sampai abad lima hijriyah. Tokoh ini juga menulis ahli-ahli nahwu Baghdad, tetapi tidak mengklasifikasi tokoh-tokoh itu, sehingga karya al-Khathib dibedakan dengan karya Ibn al-Nadim.
           Kitab al-Nuzhaht karya Ibn al-Anbari adalah kitab kecil yang meringkas materi kitab-kitab masa lalu, terutama kitab Ibn al-Nadim dan Tarikh Baghdad. Kitab ini muncul baru dengan menyajikan ahli nahwu yang geografinya sudah ditulis oleh pengarang sebelum Ibn al-Anbari. Meskipun begitu keabsahan biografi ahli bahasa dan ahli nahwu tadi, tetap dikembalikan pada biografi yang pertama.
           Setelah memasuki abad ketujuh hijriyah biografi ahli-ahli nahwu tersaji dalam karangan tiga tokoh. Yaitu Inbah al-Ruwat ’ala Anbah al-Nuhat karya al-Qufathi (w. 634 H), Irsyad al-Arib ila Ma’rifat al-Adib karya Yaqut al-Hamawi (w. 626 H), dan Wufyat al-A’yan karya Ibn Khilikkan (w. 681 H).
            Al-Quthafi adalah penulis Mesir, yang menyajikan karya tokoh-tokoh Mesir, ditambah pemikiran ulama yang menulis kitab bahasa dan nahwu dari Hijaz, Yaman, Bahrain, Oman, Yamamah, Irak, Fersia, Khurasan, Syam (Siria), Mesir, Afrika (Sudan), Maghrabi (Maroko), Andalusia, Cisilia, dan kota-kota besar yang ada di Uzbekistan, Krighistan, dan negara-negara lain yang kini masuk Uni Sovyet. Kitab itu mengutip berbagai masalah dan menyajikan biografi tokoh-tokoh bahasa yang profesional, dari berbagai daerah itu tadi, sampai pada masa hidup penulis sendiri. Hanya saja, dia tidak menyajikan hal baru tentang ilmu nahwu, karena tulisannya hanya mengutip karya abad empat hijriyah, terutama kitab Al-Sairafi dan kitab Ibn al-Nadim.
           Yaqut al-Hamawiy dalam kitabnya, al-Irsyad menyajikan biografi tokoh-tokoh profesional tentang berbagai ilmu yang berbeda-beda yang ada pada masanya, termasuk budayawan dan sastrawan besar. Karena itu kitabnya disebut “ Mu’jam al-Udabaa” yang oleh penulisnya dibuat khusus untuk biografi ahli nahwu dan bahasa saja. Materi yang dikutip oleh Yaqut banyak sekali terutama Al-Fihrasat karya Ibn al-Nadim, ditambah kutipan dari kitab-kitab lain. Di samping itu Yaqut juga banyak mengutip tulisan dari kitab lain, antara lain dari al-Sairafi, dan Hasan ibn Abdillah dalam kitab al-Thabaqat dan al-Fihrasat. Kutipan Yaqut yang paling banyak disajikan adalah karya al-Sairafi yang diulas oleh muridnya, Abu Hayyan al-Tawhidi. Bahkan kutipan yang banyak adalah kitab Muhadlarat al-Ulama, Matsalib al-Wazirin, al-Imta’ wa al-Muanisah, termasuk kitab Kritik al-Jahizh. Kitab yang akhir ini Mu’tazilah maka tidak dikutip kecuali oleh Yaqut dalam kitabnya, Irsyad al-Arib.
          Ibn Khilikkan dalam Wufyat al-A’yan menyajikan materi setiap nama tokoh ditulis dan diurutkan memakai abjad. Materinya dikutip dari kitab-kitab masa lalu dengan memilih ulama profesional. Model ini dikoreksi berkali-kali dan disebarkan pada tahun 654 H. Ia berpendapat bahwa penyajian tokoh dengan diurutkan memakai abjad itu lebih jeli dan lebih jelas dari pada penyajian tokoh melalui sirkulasi waktu. Dengan penyajian ini, al-Wufyat banyak dipuja oleh pembaca, karena banyak juga biografi tokoh yang ditemukan, yang tidak disajikan oleh kitab-kitab lain. Meskipun begitu karya Ibn Khilikkan ini tetap mengutip dari kitab-kitab yang mendahului..

C. Kitab-kitab Ilmu Nahwu
           Al-Sairafi dalam kitabnya, Akhbar al-Nahwiyyin al-Bashriyyin menulis tentang Isa ibn Umar (w. 149 H). Tokoh ini menulis dua kitab, al-Jami’ dan al-Mukammil,  tetapi keduanya tidak ditemukan sekarang. Menurut Ibn al-Nadim kitab itu sudah hilang sejak dulu, tetapi dalam kitab itu ada informasi, bahwa peletak ilmu nahwu adalah Abul-Aswad al-Duali. Kisah itu menceritakan empat lembar tulisan dalam kertas Cina (papirus) yang membahas fa’il dan maf’ul dari Abu al-Aswad tadi. Setelah murid Shahabat Ali ibn Abi Thalib ini wafat,  tidak ada berita lagi tentang ilmu yang terkenal dengan nama  nahwu.
          Dalam kesepian itu, muncul kitab Sibawaih yang materinya banyak mengutip dari pemikiran pendahulunya, yaitu Abdullah ibn Ishaq al-Hadlrami (w.117 H), Isa ibn Umar al-Tsaqafi (w. 149 H), Abu ‘Amr al’Ala (w.154 H), al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (w.174 H), dan Yunus ibn Hubaib (w. 183 H).
          Abdullah ibn Ishaq adalah penulis kitab Thabaqat al-Syu’ara tapi ada perhatian pada nahwu, seperti memperbanyak persamaan kata dan menurunkan berbagai alasan (illat). Tokoh berikutnya membahas bahasa Arab juga, dan terkadang bersentuhan dengan teori-teori nahwiyah. Tetapi dari sekian banyak tokoh itu, al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (pencetus ilmu ‘Arudl) adalah tokoh yang paling banyak dikutip oleh Sibawaih. Al-Khalil adalah tokoh yang mengadakan penelitian selama tiga tahun, di Hijaz, Tihamah dan Riyadl untuk mempelajari bahasa Arab. Hasil penelitian itu tidak ditulis sendiri tetapi dikuliahkan kepada murid-muridnya, terutama Sibawaih, dan al-Ashmu’i. 
          Berkat kuliah itu, Sibawaih berhasil menyusun sebuah kitab yang membahas tentang ilmu nahwu dan metoda pengembangannya. Dalam perkembangan selanjutnya, pemikiran Sibawaih ada yang dikritik oleh al-Mubarrad. Sibawaih menyajikan teori nahwiyah diangkat dari realitas budaya dan bahasa Arab sebagaimana hasil penelitian al-Khalil, sedangkan al-Mubarrad mengulas nahwu bahasa Arab dengan cara berfikir filosofis. Diskusi semacam itu menjadikan ilmu nahwu semakin berkembang. Dalam kaitan ini al-Sairafi menilai bahwa kitab Sibawaih banyak dipakai oleh ilmuan nahwu sejagat. Bahkan ulama Bashrah jika ada orang menyebutkan al-kitab, berarti itu adalah kitab Sibawaih. Kitab ini menjadi pegangan ahli nahwu sampai abad delapan hijriyah.
         Selain kitab Sibawaih, ilmuan Kitab Kuning juga memerlukan materi dari kitab “Majmu’at al-Ashmu’iyyat”.yang ditulis oleh murid al-Khalil juga. Kitab itu merupakan kumpulan dari beberapa kitab yang ditulis oleh Abdul Malik al-Ashmu’i (w. 213 H). Tokoh ini kelahiran Bashrah dan belajar ilmu di Bashrah juga dari Khalil ibn Ahmad, Isa ibn Amr, dan dari Abu Umar ibn al-A’la. Tokoh ini banyak menguasai bahasa Arab Badawi dan dialeknya. Seandainya karya al-Ashmu’i dan kitabnya ditinggalkan, maka ilmuan nahwu akan kehilangan dokumentasi bahasa Arab dan syair-syair mereka.
          Dalam perbincangan itu, Al-Akhfasy (w. 221 H) tidak bisa ditinggalkan, karena dia adalah tokoh pertama yang membuka studi kitab Sibawaih. Menurut al-Sairafi; Jalan mempelajari kitab Sibawaih adalah melalui al-Akhfasy, karena ketika Sibawaih wafat, dia bisa menguraikan isi kitab tinggalanya. Selain itu Al-Akhfasy memiliki banyak murid, antara Abu ‘Amr al-Jarami, Abu Utsman al-Mazani, dan lain-lain. Melalui murid-murid itu kitab Sibawaih dapat berkembang pesat. Lebih dari itu, setiap murid memiliki gagasan baru untuk mengembangkan kitab Sibawaih. Abu ‘Amr al-Jarami (w. 225 H) mempelajari struktur ilmu sharaf yang ada dalam kitab Sibawaih. Dari sini al-Jarami banyak menyusun kitab, antara lain Tafsir Gharib Sibawaih, dan kitab Al-Farakh. Hanya sayang dua kitab itu tidak ditemukan lengkap. Kitab yang dapat ditemukan sekarang adalah karya Abu Ishaq al-Zayadi (w. 249 H) berjudul Syarah Kitab Sibawaih. Tetapi isinya hanya kutipan dari kitab Sibawaih  dan beberapa kitab yang isinya mengutip kitab Sibawaih juga.
            Kitab nahwu yang dianggap mengiringi kitab Sibawaih adalah murid al-Akhfasy yang bernama al-Mazini (w.248 H) karena dia membahas struktur ilmu Sharaf. Kitab itu dikembangkan oleh Abu al-Fath Utsman ibn Jinni (w. 392 H) dengan nama Al-Tashrif.
            Penulis kitab-kitab thabaqat sudah sepakat bahwa al-Mubarrad (w.285 H) adalah pencetus studi ilmu nahwu di Bashrah abad ke tiga hijriyah. Tokoh besar ini menulis  kitab koleksi besar tentang bahasa Arab dengan makna yang komprehensip. Tetapi karya al-Mubarrad yang terpenting adalah kitab Al-Muqtadlab. Kitab ini merangkum semua persoalan nahwiyah, sharafiyah, dan bahasa Arab. Ulama menilai bahwa tokoh ini adalah Sibawaih kedua. Selain kitab itu, al-Mubarrad juga  menulis kitab  Al-Kamil di samping dua kitab Thabaqat dan Tarajim. Tetapi dua kitab itu hilang dari peredaran. Meskipun begitu dapat diceritakan bahwa Sibawaih dan al-Mubarrad adalah dua tokoh besar di Bashrah, yang banyak persamaan dalam mengembangkan ilmu, tetapi ada beberapa masalah yang dinilai berbeda (ikhtilaf). Dari sini muncul kitab sanggahan al-Mubarrad terhadap pemikiran Sibawaih. Dalam perdebatan itu muncul Ibn Wullad (w. 332 H) ahli nahwu Mesir pembela teori Sibawaih dalam kitabnya, Al-Intishar li-Sibawaih min al-Mubarrad.
           Madrasah al-Mubarrad di Bashrah besar sekali, dikunjungi banyak murid antara lain Abu Bakar al-Sarraj (w. 316 H), Abu Ishaq al-Zajjaj (w. 311 H) dan Ibn Darasnawaih (w. 330 H), dan lain-lain. Alumni madrasah ini muncul dan aktif pada abad keempat hijriyah, hingga menjadikan ilmu nahwu berkembang pesat, dan muncul juga beberapa budayawan besar yang berfikir ilmiah.
           Al-Sarraj mempelajari kitab Sibawaih digabungkan dengan beberapa kitab nahwu yang berkembang pada masa itu. Studi komperatif yang dilakukan itu dibuatnya sebagai bahan diskusi, sehingga mampu menyajikan sebuah karangan yang disebut Ushul al-Nahwi. Berdasarkan karya itu, al-Sarraj dinilai sebagai pemikir ketiga sesudah kitab Sibawaih dan kitab al-Muqtadlab karya al-Mubarrad. 
            Al-Zajjaj adalah tokoh kreatif yang banyak kitabnya, antara lain kitab Sirr al-Nahwi. Kitab ini antara lain menyajikan kata-kata yang tidak bisa ditashrif (ghairu munsharif) sementara karya yang dikagumi oleh banyak ulama adalah kitab yang memudahkan mempelajari kitab Sibawaih. Kitab Sirr al-Nahwi tadi bisa dikembangkan menjadi syarah kitab Sibawaih, karena di dalamnya menyajikan tema-tema nahwiyah yang sistematis.   
            Selain Bashrah, ilmu nahwu juga berkembang di Kufah. Dalam Fihrasat Ibn al-Nadim tokoh-tokoh Kufah antara lain, al-Kisai, al-Farra dan Tsa’lab. Tetapi kitab-kitab nahwu di Kufah tidak ada yang sejajar dengan kitab Sibawaih atau dengan Al-Muqtadlab karya al-Mubarrad. Perbedaan ilmuan Bashrah dan Kufah hanya ada pada istilah yang tidak menentukan perkembangan ilmu nahwu.
           Al-Kisai (w. 197 H) adalah ilmuan besar tentang al-Quran, al-hadits dan lain-lain, yang hidup sezaman dengan Sibawaih. Tulisannya tentang nahwu hanya ada pada artikel kecil (risalah sederhana) tentang ketidak fasihan umum (Lahn al-‘Aamah). Sementara kitabnya tentang nahwu tidak ada pemikiran, yang bisa dijadikan sebagai hujjah atau teori nahwiyah. Tetapi para ulama di dunia tetap menilai bahwa al-Kisai adalah ahli nahwu Kufah.
          Dalam tempat lain, Ibn al-Nadim menampilkan al-Farra (w. 207 H). Tokoh ini banyak menulis ilmu bahasa, antara lain kitab Al-Hudud tentang nahwu. Tetapi kitab ini hilang hanya tinggal daftar isinya saja. Tulisan yang penting adalah kitab Ma’ani al-Quran. Kitab ini bukan diproyeksikan untuk tafsir al-Quran, tetapi kitab bahasa yang contoh-contohnya mengambil ayat-ayat al-Quran. Tulisan penting dari al-Farra adalah tentang: mudzakkar-muannats, manqush-mamdud, dan al-ayyam, allail, al-syuhur.
         Tokoh Kufah ketiga adalah Tsa’lab (w. 291 H). Tokoh yang hidup di Kufah ini ada yang mensejajarkannya dengan al-Mubarrad di Bashrah. Kitab yang sampai kepada kita adalah ‘Al-Fashih’  yang membahas tentang mufradat. Sedangkan kitab yang membahas tentang teori nahwu dan bahasa Arab ada pada kitab ‘Majalis Tsa’lab’.
         Dalam kitab-kitab Thabaqat, banyak ulama Kufah yang membahas ilmu bahasa dan menulis tentang mufradat dan sharaf seperti Kitab al-Jim karya Abu Amr al-Syaibani, Al-Gharib al-Mushannaf karya Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam, dan Ishlah al-Manthiq karya Ibn al-Sukait. Kitab-kitab itu pada umumnya karangan yang membahas tentang mufradat. Banyak ilmuan mutakhir mensejajarkan tokoh Kufah dengan tokoh di Bashrah tentang pemikiran nahwiyah. Tetapi ulama yang jeli mengatakan bahwa ulama Kufah menjadi ilmuan kedua setelah ulama Bashrah.                 
          Selain Bashrah dan Kufah, muncul tiga ulama nahwu dan bahasa di Baghdad, yaitu Abu Said al-Sairafi (w.385 H) yang kitabnya sering didiskusikan dengan kitab al-Rumani (w.385 H). Keduanya sama-sama membuat syarah kitab Sibawaih dan berpegang pada teori-teori Bashrah. Syarah al-Sairafi menyajikan dalil-dalil dan pemikiran nahwiyah yang analitis, dan tulisannya diakhiri dengan mengutip ulasan ulama Kufah tentang fonemologi. Sedangkan syarah al-Rumani menyajikan masalah nahwiyah dengan berfikir manthiqi. Pemikir di Baghdad ketiga adalah Abu Ali al-Farisi (w. 377 H). Tokoh ini menurunkan tulisan yang banyak, antara lain kitab ‘Al-Masail al-Syairaziyat‘ dan kitab tentang ilmu qiraat yang berjudul ‘”Al-Hujjah fi al-Qiraat” .
        Kepada tiga tokoh di atas, Abu al-Fath Utsman ibn Jinn (w.392 H) berguru kepada ketiga-tiganya sampai menjadi ahli nahwu besar di Baghdad. Tokoh ini banyak tulisanya antara lain kitab ‘Al-Khashaish’ yang membahas tentang sharaf, semantik, dan gramatika (nahwu). Kitab lainya adalah ‘Sirr Shina’at al-I’rab. Kitab ini tidak membahas nahwu, tetapi pembahasan kreatif tersendiri tentang studi fonologi. I’rab menurut dia adalah cuma teori yang menjelaskan ucapan kata.
          Nahwu semenjak empat hijriyah berkembang juga di Mesir dan Andalus, tetapi itu sebagai perkembangan pemikiran dari ulama Baghdad. Studi pertama dilakukan oleh Ibn Wullad (w.332 H), dan Abu Ja’far al-Nahhas (w 338 H) yang berguru kepada al-Zajjaj di Baghdad. Nahwu di Mesir mulai dipelajari melalui kitab Al-Maqshur wa al-Mamdud, dan kitab Al-Intishar li Sibawaih min al-Mubarrad karya Ibn Wullad.
          Sedangkan perkembangan nahwu di Andalus dimulai sejak kedatangan Abu Ali al-Qali (w. 356 H) dari Baghdad ke Andalusia. Tokoh ini mengajarkan kitab Sibawaih dan mengembangkan bahasa dan sastra Arab. Maka sejak itu madrasah bahasa mulai ramai dikembangkan di Andalus.
           Dari sekian banyak kitab nahwu, muncul trobosan baru pembuatan kitab nahwu pelajaran, dalam bentuk natsar atau nazham. Model ini membuat ilmu nahwu dan sharaf semakin mudah dipelajari. Pengkelompokkan materi, awalnya dirinci sedemikian rupa dan setiap rincian dibuat definisi, sampai ilmu itu mudah difahami. Karya pertama adalah kitab ‘Al-Jumal’ karya al-Zajjaj, kemudian kitab ‘Al-Maujiz fi al-Nahwi’ karya Ibn al-Sarraj, disusul Abu Ali al-Farisi menulis dua kitab, yaitu ‘Al-Idlah’ tentang nahwu dan ‘Al-Takmilah’ tentang sharaf. Disusul lagi oleh Ibn Jinni dengan kitab ‘Al-Luma’. Semua kitab-kitab nahwu pelajaran itu penyajian ulasanya berbeda sekali dengan kitab-kitab nahwu yang diuraikan di atas. Maka untuk memudahkan lagi muncul berbagai kitab syarah yang mengulas dan mempermudah uraian kitab-kitab itu. Madrasah di Andalus kebanyakan menggunakan kitab al-Jumal. Atas dasar itu, kitab ini memiliki syarah yang banyak,  lebih dari dua puluh karangan.
         Dari sekian banyak kitab nahwu pelajaran (nahwiyah ta’limiyah), muncul gagasan baru untuk membuat ensiklopedia tentang ilmu nahwu. Isi kitab itu menghimpun berbagai pemikiran tokoh nahwu dan sharaf, kemudian dipilah untuk dibuat analisa. Dari pemikiran yang banyak dan bervariasi itu dibuatlah abstraksi dengan dianalisa satu persatu dari segi isi dan dari segi metodologi. Gagasan itu ditulis oleh al-Zamakhsyari (w. 538 H) dalam kitabnya, Al-Mufashshal. Setiap orang yang mempelajari ensiklopedia ini akan dapat memilih kitab nahwu mana yang mudah dan perlu dipelajari. Kitab ini banyak dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh di berbagai tempat, hingga muncul puluhan syarah. Tetapi syarah yang dicetak dan banyak beredar adalah karya Ibn Ya’isy al-Halabi (w. 643 H), guru Ibn Malik dari Aleppo.
           Pada masa pemasaran kitab nahwu yang semakin marak, Ibn al-Hajib (w. 646 H) menyajikan dua kitab, yaitu Al-Kafiyah tentang nahwu dan Al-Syafiyah tentang sharaf. Dua kitab itu awalnya hanya diberi ta’liqat dan catatan kaki, tetapi kemudian muncul puluhan syarah dengan bahasa Arab dan bahasa Turki. Tetapi syarah yang populer adalah karya al-Radli al-Istarbadzi (w. 688 H). Di belakang Ibn al-Hajib, bermunculan banyak tokoh yang mengutip materinya, antara lain Ibn Malik (w. 672 H). Dari kutipan itu dia membuat kitab nahwu dalam bentuk nazham, yang kemudian terkenal dengan nama Nazham Alfiyah.

D. Penutup
       Artikel ini dikutip dari beberapa kitab, antara lain Ilm al-Lughat al-Arabiyah karya Mahmud Fahmi Hijazi, dan kitab Kasyf al-Zhunun karya Haji Khalifah. Tetapi artikel ini tidak menyajikan riwayat hidup tentang tokoh atau kitab yang disajikan, karena dapat memakan tempat yang luas. Penyajian ini hanya ingin mengambil barakah dari tokoh-tokoh ilmuan masa lalu, dengan harapan moga-moga Allah menurunkan rahmat dan barakah kepada ilmuan sekarang, Amin. Demikian itu  kalau mereka mau menghormati tokoh-tokoh pendahulunya. Wahuwa bisabqin haizun tafdlila.-
        Wallaahu a’lam bi al-shawaab.
(Penulis adalah Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon).-        




Kitab Nahwu Sebelum Ibnu Malik Reviewed by Chozin Nasuha on 23.15 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by Chozin Nasuha Official Web © 2014 - 2015
Powered By Blogger, Designed by Sweetheme

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.